Mediapati.com, Pati - Istilah ijazah musalsal tidak asing di kalangan para santri dan dunia pesantren. Biasanya ijazah musalsal diberikan oleh seorang Kyai kepada santri di akhir suatu momen tertentu seperti ketika tamat belajar, atau setelah menghatamkan ngaji suatu kitab.
Ijazah musalsal ini seperti yang sering dipraktekkan oleh KH. Sahal Mahfudh (alm) yang mengijazahkan hadits musalsal kepada santri-santrinya. Ijazah tersebut diperoleh dari gurunya yaitu Syekh Yasin al Fadani yang masyhur diberi gelar 'musnidud dunya' (pemberi sanad dunia).
Untuk maksud ijazah di sini tidak seperti yang dipahami dalam dunia pendidikan formal, ijazah di kalangan pesantren diartikan sebagai satu bentuk perizinan dari para kiai kepada para santri untuk mengamalkan satu amalan yang bermanfaat yang berkaitan dengan masalah atau hal-hal tertentu. Hal tersebut tentu mencontoh Nabi Muhammad SAW ijazah yang memberikan amalan kepada para sahabat, kemudian sahabat kepada tabi'in, tabi'in kepada tabi'it tabi'in sampai kepada para ulama, kiai dan para guru di pesantren saat ini. Dengan demikian, hal ini menjadi bukti bahwa mata rantai keilmuan atau amalan yang dilakukan oleh santri tersambung atau bersanad sampai Rasulullah SAW.
Sedangkan 'musalsal' secara bahasa berasal dari bahasa Arab (مسلسل) yang berarti "berantai". Dalam ilmu hadis, istilah ini merujuk pada rantai periwayatan yang memiliki kesamaan tertentu pada setiap perawi, seperti cara penyampaian, kondisi atau waktu tertentu. Maka, hadis musalsal adalah hadis yang sanadnya berurutan dengan pola atau cara yang serupa di setiap periwayatannya hingga ke sumber awalnya. Hal ini sesuai dengan keterangan media NU Online [link] bahwa Hadits Musalsal adalah hadits yang diriwayatkan dengan menyertakan sifat yang selalu sama.
Misalnya dalam ijazah hadis musalsal bil-mushafahah (musalsal dengan bersalaman), maka setiap perawi atau guru akan menyampaikan kepada murid atau penerima riwayat dengan cara berjabat tangan, sama persis ketika guru tersebut menerima hadis dari guru/perawi di atasnya, dan ke atasnya lagi sampai Rasulullah SAW. Ada juga sanad musalsal bil-buka’ (dengan menangis), di mana setiap perawi menangis ketika meriwayatkan hadis kepada penerima riwayat, dan itu dilakukan menangis pula oleh para perawi di atasnya hingga Rasulullah SAW. Para guru tersebut juga akan menyampaikan ke murid di bawahnya dengan cara yang sama persis sesuai jenis musalsalnya.
Model penyampaian hadis dengan cara Musalsal ini memberikan keunikan tersendiri dalam penyampaian sanad karena terdapat cara khusus pada periwayatannya. Secara lebih lengkapnya ada beberapa macam ijazah musalsal sebagai berikut:
- Musalsal bil Awwaliyah: Hadis yang disampaikan sebagai hadis pertama kali yang didengar atau diajarkan dari seorang guru. Biasanya hadis ini berbicara tentang nilai kasih sayang dan sering kali dijadikan hadis pertama dalam pembelajaran. Musalsal bil Awwaliyah ini seperti yang pernah dilakukan oleh Syekh Yasin al Fadani saat bertemu pertama kali dengan KH Sahal Mahfudz di Jeddah Arab Saudi.
- Musalsal bil Mushafahah: Hadis yang disampaikan dengan berjabat tangan. Setiap perawi dalam sanad ini melakukan jabat tangan dengan perawi sebelumnya saat menyampaikan hadis tersebut.
- Musalsal bil Mahabbah (Cinta): Hadis yang diriwayatkan dengan menyebutkan ungkapan cinta. Setiap perawi menyatakan rasa cintanya kepada guru atau orang yang memberi hadis tersebut sebelum meriwayatkannya.
- Musalsal bil Buka’ (Tangisan): Hadis yang disampaikan dengan keadaan perawi menangis saat meriwayatkan. Hadis ini menunjukkan sisi emosional atau khusyuk dari perawi.
- Musalsal biyaumil Id: Hadis yang disampaikan pada hari Idul Fitri atau Idul Adha. Setiap perawi meriwayatkan hadis tersebut pada hari yang sama, yaitu saat perayaan Idul Fitri atau Idul Adha.
- Musalsal bil Qur’ah (Pengundian): Hadis yang diriwayatkan dengan metode undian. Setiap perawi dalam sanad tersebut melakukan pengundian sebelum menyampaikan hadis.
- Musalsal bil Qiyam (Berdiri): Hadis yang disampaikan dalam posisi berdiri. Setiap perawi berdiri saat meriwayatkan hadis tersebut.
- Musalsal bi Salasil Duhak (Tertawa): Hadis yang diriwayatkan sambil tertawa atau dalam keadaan gembira. Setiap perawi meriwayatkan hadis tersebut dengan cara yang sama, yaitu sambil tertawa.
Jika ditelusuri kembali, maka masih banyak lagi jenis hadis musalsal yang ada hazanah agama Islam khususnya di kalangan pesantren.