Mediapati.com, Pati - Kebijakan lima hari sekolah masih menjadi polemik di tengah masyarakat. Menanggapi isu tersebut, Fakultas Tarbiyah Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Pati melaksanakan survei pada 30 Juni hingga 2 Juli 2025 untuk mengetahui pandangan masyarakat Kabupaten Pati. Survei ini ditujukan sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam mengevaluasi program pendidikan.
Sebanyak 208 responden terlibat, mayoritas dari kelompok usia produktif. Meski 85% mengaku mengetahui kebijakan lima hari sekolah, sebagian besar informasi mereka bersumber dari media sosial (84,2%), bukan dari situs resmi pemerintah atau kegiatan sosialisasi langsung. Hal ini menunjukkan lemahnya komunikasi formal dari pihak otoritas terkait kebijakan tersebut.
Hasil survei mengungkap bahwa sebagian besar masyarakat menolak kebijakan lima hari sekolah. Sebanyak 67,2% responden menyatakan tidak setuju, sementara hanya 13,6% yang mendukung dan 19,2% memilih netral. Persepsi negatif juga cukup tinggi, dengan 52% menyatakan sangat tidak setuju dan 29,4% menyatakan tidak setuju.
Alasan penolakan masyarakat antara lain karena anak kehilangan waktu untuk pendidikan agama seperti TPQ dan Madin (73,4%), beban belajar yang berat menyebabkan kelelahan fisik dan mental (59,9%), serta kesulitan orang tua dalam mengatur kegiatan anak (32,8%). Selain itu, mayoritas juga menilai kebijakan ini belum melalui kajian akademik yang matang dan tidak mempertimbangkan keberadaan lembaga pendidikan nonformal.
Sebagai solusi, masyarakat mengusulkan berbagai alternatif: 40,7% menyarankan kembali ke sistem enam hari sekolah, 36,2% meminta integrasi dengan ekosistem pendidikan lainnya, dan 14,1% lebih memilih pengurangan beban kurikulum. Temuan ini mencerminkan bahwa masyarakat Pati masih belum siap menerima kebijakan lima hari sekolah, baik dari segi kesiapan lembaga pendidikan maupun keseimbangan kegiatan belajar anak.