Medipati.com, Pati - Hasil survei yang dirilis oleh Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) menyoroti ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tertuang dalam Peraturan Bupati Pati (Perbup) Nomor 8 Tahun 2025. Survei ini mengungkap bahwa sebanyak 98% responden menilai kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat serta mengabaikan prinsip keadilan sosial.
Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IPMAFA, Umdatul Baroroh, M.A., menegaskan bahwa temuan ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Pati. “Aspirasi masyarakat yang menyatakan keberatan terhadap kenaikan PBB yang dilakukan secara tergesa-gesa tidak boleh diabaikan, apalagi dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah. Terlebih, kondisi perekonomian masyarakat saat ini sedang melemah,” ujarnya dalam rilis resmi.
Survei yang dilaksanakan sejak awal Juli 2025 ini mencakup responden dari hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Pati. Mayoritas responden berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, dengan 67% di antaranya memiliki pendapatan di bawah Rp2.500.000 per bulan. Situasi ini menunjukkan bahwa kenaikan PBB hingga 250% akan sangat membebani masyarakat, terutama di tengah perlambatan ekonomi pascapandemi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Masyarakat berharap agar kebijakan ini tidak diberlakukan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan kondisi lapangan. Mereka mendorong agar kenaikan dilakukan secara bertahap, proporsional, dan berbasis data ekonomi aktual, bukan berdasarkan target pendapatan daerah semata.
Sebagai bentuk kontribusi akademik, IPMAFA melalui fakultas terkait merekomendasikan lima langkah strategis kepada Pemerintah Kabupaten Pati:
- Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Perbup Nomor 8 Tahun 2025 dan mengevaluasi besaran kenaikan yang dinilai tidak rasional.
- Merevisi kebijakan berdasarkan prinsip keadilan distributif, dengan mengedepankan asas proporsionalitas dan kemampuan membayar.
- Menyelenggarakan forum dialog publik yang melibatkan masyarakat, tokoh agama, akademisi, serta perwakilan organisasi sipil agar keputusan yang diambil lebih partisipatif.
- Meningkatkan transparansi komunikasi publik melalui saluran resmi pemerintah, media lokal, perangkat desa, serta RT/RW agar masyarakat dapat memahami dasar kebijakan tersebut.
- Memberikan insentif dan keringanan pembayaran bagi kelompok rentan seperti petani, buruh harian, lansia, dan warga berpenghasilan rendah.
Selengkapnya terkait rilis survei dari IPMAFA dapat disimak di link video berikut: