Beberapa desa di Indonesia mungkin ada yang tidak memiliki tanah bengkok sebagai kekayaan desa seperti desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Desa ini selain sama sekali tidak memiliki tanah bengkok juga luas wilayahnya hanya 63 hektar dengan kepadatan penduduk 5221 jiwa (Pendataan penduduk tahun 2021). Dapat dipastikan ada banyak desa lain yang tidak berbengkok yang ada di Indonesia. Tidak adanya tanah bengkok ini membuat penghasilan desa terbatas pada alokasi dana yang diberikan pemerintah pusat maupun daerah.
Namun demikian, kondisi desa seperti itu tidak lah patut dijadikan alasan untuk tidak memajukan desa karena jika dilihat secara bijak mengenai kebijakan pemerintah kepada desa, maka tidak sedikit pula alokasi dana yang dikucurkan untuk pembangunan desa. Pemerintah pusat cukup berpihak pada kemajuan desa dengan adanya Undang-Undang desa dan selalu mengucurkan Dana Desa untuk pembangunan desa di seluruh Indonesia. Keberpihakan pemerintah daerah juga sama dimana setiap perangkat desa berhak mendapatkan penghasilan tetap (Siltap) bulanan yang besarannya rata-rata di atas UMR. Belum lagi bantuan pembangunan tingkat provinsi dan dana aspirasi yang juga pemanfaatannya untuk pembangunan infrastruktur desa. Maka salah besar jika kemajuan desa ditentukan oleh adanya tanah bengkok desa.
Dana-dana yang berkaitan dengan desa tentu jika dapat dikelola dengan baik akan memberi dampak kemajuan pada desa. Kemajuan desa ini meliputi bidang tatakelola pemerintahan desa, pembangunan, pemberdayaan dan pendampingan masyarakat. Konsekuensinya desa akan lebih siap menghadapi perkembangan sosial ekonomi yang selalu dinamis dan disruptif. Kemajuan desa sama sekali bukan monopoli desa berbengkok melainkan desa yang warganya adaptif dengan perkembangan zaman, inovatif dengan perubahan situasi, dan kreatif terhadap segala permasalahan yang menghalangi.
Beberapa ciri-ciri desa yang maju dapat ditentukan dari adanya pemuda yang aktif, SDM kreatif dan inovatif, dan adanya partisipasi warga dalam kegiatan desa. Oleh sebab itu, lembaga-lembaga desa berbasis warga sudah semestinya dihidupkan seperti PKK, Karangtaruna, RT, RW, LPMD, KPMD, BPD, dam kelompok-kelompok lain sesuai dinamika masyarakat di desa tersebut. Dana Desa diturunkan di desa tidak hanya diperuntukkan pada pembangunan fisik melainkan saat ini memprioritaskan pembangunan pada SDM desa. Maka pembangunan fisik yang sering mendominasi program tahunan desa semestinya dapat dialihkan atau setidaknya dikurangi untuk dimanfaatkan pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya pemberdayaan masyarakat dan ekonomi desa.