FGD IPMAFA Pati Kaji Dampak Kebijakan 5 Hari Sekolah, Gus Rozin: Perubahan Harus Pertimbangkan Syarat Sosiologis

PATI - Fakultas Tarbiyah Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) Pati menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "5 Hari Sekolah: Revolusi Pendidikan atau Bencana Generasi?" pada Rabu, 30 Mei 2205. Acara yang digelar di Aula Kampus IPMAFA ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan Kabupaten Pati, termasuk perwakilan sekolah, madrasah, TPQ, serta tokoh masyarakat.

FGD ini merupakan respons atas terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Pati tentang pembatasan hari sekolah menjadi lima hari. Kebijakan ini menuai pro dan kontra di masyarakat, mengingat isu serupa pernah muncul pada tahun 2015 secara nasional namun tidak diberlakukan karena penolakan masyarakat.

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Tarbiyah IPMAFA, Sofyan Al Nashr menyatakan bahwa FGD ini bertujuan untuk merespons isu-isu sosial terkait penyelenggaraan pendidikan, khususnya Perbup tentang lima hari sekolah. "Kami berharap forum ini dapat menghasilkan rekomendasi yang konstruktif bagi kebijakan Bupati," ujarnya.

Gus Rozin, yang hadir sebagai pembicara kunci, memaparkan sejumlah poin kritis. Ia mengingatkan bahwa isu lima hari sekolah bukan hal baru. Sejak 2015, wacana ini sudah muncul, tetapi tidak pernah diterapkan karena desakan masyarakat yang menilai kebijakan ini tidak tepat dan berpotensi berdampak negatif pada lembaga pendidikan.

Gus Rozin kemudian membeberkan sejarah perkembangan kebijakan tersebut dan menekankan pentingnya kajian prosedural. "Forum ini harus mengkaji apakah prosedur yang dibutuhkan dalam pembuatan kebijakan sudah dilalui dengan benar," imbuhnya.

Ia juga menyampaikan harapan agar FGD ini menghasilkan naskah akademik yang komprehensif, mencakup analisis kebutuhan masyarakat, dampak sosial, serta untung rugi dari kebijakan lima hari sekolah. "Selain itu, penting juga untuk mengundang semua pihak terkait, termasuk DPRD sebagai pemegang kebijakan, agar pandangan dan sikapnya tidak terjadi bias dan fair..

Di antara isu spesifik yang diangkat adalah upaya mencegah kenakalan remaja yang mungkin timbul akibat pengurangan hari sekolah, serta jaminan bahwa kebijakan ini tidak mengganggu kegiatan TPQ dan Madrasah Diniyah (Madin) yang selama ini berlangsung di luar jam sekolah.

Gus Rozin menegaskan bahwa tujuan forum bukan untuk menolak perubahan. "Perubahan itu perlu, tetapi harus mempertimbangkan syarat-syarat sosiologis, seperti konten, komitmen, budaya, kapabilitas dan kultur masyarakat," paparnya.

FGD ini ditutup dengan kesepakatan untuk membentuk tim perumus rekomendasi yang akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Pati. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi Perbup tentang lima hari sekolah.

Kebijakan lima hari sekolah di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Namun, aturan ini kemudian diperbarui dengan Permendikbud No. 4 Tahun 2022 yang memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan untuk menentukan hari sekolah. Beberapa daerah menerapkan lima hari sekolah, sementara yang lain tetap memilih enam hari. Pro kontra muncul karena kebijakan ini dianggap dapat mengurangi intensitas pembelajaran agama nonformal (seperti TPQ dan Madin) serta meningkatkan risiko kenakalan remaja jika waktu luang tidak terarah.

Dengan adanya FGD ini, IPMAFA Pati berupaya memberikan kontribusi pemikiran untuk kebijakan pendidikan yang lebih baik di Kabupaten Pati.
Lebih baru Lebih lama