Pati, Mediapati.com — Di sebuah sudut ruang komunitas di Pati, suara lembut namun bersemangat milik seorang pendongeng mengisi sore yang teduh. Pria itu adalah Bagus Aria Seta, atau yang akrab disapa “Kak Arya”. Dengan gerak tangan yang luwes dan intonasi yang berubah-ubah, ia membawa anak-anak memasuki dunia imajinasi, dunia di mana belajar terasa seperti bermain.
Meski lahir di Jepara, Arya telah lama berdomisili di Pati dan aktif mengisi berbagai kegiatan literasi serta kelas mendongeng. Baginya, cerita bukan sekadar hiburan. Dongeng, menurutnya, adalah “jembatan belajar yang menyenangkan.”
“Cerita membuat konsep rumit menjadi mudah dipahami dan menumbuhkan imajinasi,” tuturnya saat ditemui pada Minggu (16/11).
Di siang hari yang terasa sejuk itu, Arya menjelaskan betapa kuatnya peran cerita dalam menanamkan karakter pada anak. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, kerja keras, dan keberanian, menurutnya, lebih mudah diterima ketika hadir melalui tindakan tokoh dalam cerita.
“Nilai-nilai itu bisa sampai tanpa menggurui,” katanya.
Anak-anak, lanjutnya, belajar memahami emosi dan perilaku dari konsekuensi yang dialami tokoh dalam cerita. Mereka melihat akibat dari sebuah tindakan tanpa harus mengalaminya sendiri.
“Anak bisa melihat akibat sebuah perilaku tanpa harus merasakannya langsung,” tambahnya.
Tidak sedikit anak yang kesulitan membaca atau mudah terdistraksi. Di sinilah dongeng hadir sebagai solusi. Melalui suara, ekspresi wajah, dan alur cerita, pendongeng dapat mengikat perhatian anak dengan cara yang lebih natural.
“Suara, ekspresi, dan alur cerita membuat anak lebih mudah memperhatikan,” jelasnya.
Untuk mendekatkan cerita kepada pendengar muda, Arya sengaja memilih bahasa sederhana dan gerakan yang jelas. Ia juga tak ragu menyesuaikan tingkat kompleksitas cerita dengan usia anak.
“Semakin muda usianya, semakin sederhana ceritanya,” ujarnya.
Di tengah dominasi gadget, Arya melihat perbedaan jelas antara mendengarkan dongeng dan menonton video. Ketika mendengarkan dongeng, anak-anak cenderung lebih aktif membangun imajinasi.
“Video membuat mereka lebih pasif, sementara dongeng mengajak mereka membayangkan,” terangnya.
Meski demikian, ia tak khawatir minat anak terhadap dongeng akan hilang. Justru, setiap kali ia bercerita, antusiasme anak-anak membuktikan bahwa dongeng masih punya tempat.
“Jika ceritanya menarik, anak tetap antusias,” pungkasnya
