Mediapati.com, Pati - Sebuah kisah penuh keteladanan kembali muncul dari lingkungan Perguruan Islam Mathali’ul Falah dan Pesantren Maslakul Huda Kajen. Cerita ini datang dari Teungku Haji Sarkawi, mantan Bupati Bener Meriah Aceh (2017–2022) yang juga alumni Mathaliul Falah & Maslakul Huda Kajen angkatan 1996. Melalui pengalaman pribadinya, ia menuturkan bagaimana sosok KH Sahal Mahfudh (Mbah Sahal) menunjukkan kepedulian luar biasa kepada santri, terutama mereka yang sedang menghadapi kesulitan.
Sebelum nyantri di Kajen, Teungku Sarkawi menimba ilmu di Pesantren Al-Ishlah Semarang. Di lingkungan pesantren itu, ia terbiasa membaca rubrik “Dialog Kiai Sahal Mahfudh” pada koran dinding setiap Jumat. Jawaban-jawaban keislaman Mbah Sahal yang cerdas dan mendalam membuatnya semakin kagum dan ingin belajar langsung ke Kajen, Pati.
Dengan tekad kuat dan bekal sangat terbatas, ia akhirnya datang ke Pesantren Maslakul Huda dan diterima sebagai santri di Mathali’ul Falah. Namun masalah baru muncul: ia tidak memiliki biaya cukup untuk membeli perlengkapan wajib, seperti tiga stel seragam, sepatu, serta kitab-kitab pelajaran. Karena keterbatasan itu, ia hampir menyerah dan berniat kembali ke Semarang.
Di tengah kebimbangan itu, seorang pengurus senior memanggilnya dan menyampaikan kabar mengejutkan: kondisi dirinya telah dilaporkan kepada KH Sahal Mahfudh, dan Mbah Sahal langsung mengirimkan uang khusus untuk membantu biaya pendaftaran serta kebutuhan perlengkapan sekolah. Mendengar itu, Teungku Sarkawi tak kuasa menahan air mata haru. Ia merasa tidak pantas menerima perhatian sebesar itu sebagai santri perantau dari Aceh, namun kedermawanan Mbah Sahal justru membuka jalan bagi keberlanjutan pendidikannya di Kajen.
Pengalaman tersebut tak pernah ia lupakan. Kini, sebagai pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Arifin di Kabupaten Bener Meriah, Aceh, prinsip yang ia pelajari dari Mbah Sahal itu diterapkan sepenuhnya. Ia menegaskan kepada seluruh pengurus bahwa tidak boleh ada santri yang pulang hanya karena tidak memiliki uang. Pesantren harus menjadi tempat yang merangkul dan memastikan kelanjutan pendidikan bagi para santri yang sedang kesulitan.
Kisah ini bukan hanya menjadi memori personal, tetapi juga menjadi cermin betapa ajaran kedermawanan, kepedulian, dan kepekaan sosial yang diwariskan para masyayikh Kajen terus hidup dan diteruskan oleh para alumninya di berbagai daerah.
Penulis kisah: Teungku Haji Sarkawi — Alumni Perguruan Islam Mathaliul Falah & Maslakul Huda Kajen 1996, Pengasuh PP Bustanul Arifin, Kabupaten Bener Meriah Gayo, Provinsi Aceh.
