JAKARTA – Sebuah pengakuan jujur dari seorang mahasiswa Indonesia yang baru saja kembali dari kompetisi internasional di China, viral di media sosial dan membuat banyak netizen terhenyak. Ia mengaku terpukul setelah melihat realita di lapangan, membandingkan kualitas pendidikan dan pola pikir mahasiswa di sana dengan di Tanah Air.
"Gue merasa Indonesia tertinggal 50 tahun," ungkapnya dalam sebuah unggahan yang kini tersebar luas.
Tak hanya sekadar mengeluh, ia membeberkan lima alasan spesifik yang menurutnya menjadi "tamparan keras" bagi dunia pendidikan kita. Apa saja?
5 Realita Pahit Pendidikan RI yang Diungkap Mahasiswa Viral:
Berikut adalah lima poin menohok yang menjadi sorotan utama dari pengakuannya:
1. Terlalu Sibuk Drama, Minim Inovasi
Kritik pertama langsung menusuk kebiasaan. Menurutnya, mahasiswa di Indonesia terlalu banyak menghabiskan energi untuk memperdebatkan hal-hal tidak penting atau "drama". Sementara di saat yang sama, mahasiswa di China dan negara ASEAN lainnya sudah fokus memikirkan dan menciptakan inovasi nyata, seperti pengembangan teknologi transportasi hingga AI.
2. Krisis Penghargaan Terhadap Dosen
Ia menyoroti perbedaan budaya yang mencolok. Mahasiswa luar negeri disebut sangat sadar akan pentingnya belajar dari orang yang lebih ahli (dosen dan profesor). Sebaliknya, ia melihat di Indonesia banyak mahasiswa yang merasa "sudah tahu segalanya" dan kurang menunjukkan rasa hormat yang semestinya kepada para pengajar.
3. Pendidikan Masih Dianggap Pilihan, Bukan Keharusan
Bagi mahasiswa di negara maju, pendidikan adalah jalan satu-satunya untuk mengubah hidup dan masa depan. Namun di Indonesia, ironisnya, masih banyak yang terjebak dalam perdebatan "apakah kuliah itu penting atau tidak". Ini menunjukkan perbedaan fundamental dalam memandang prioritas hidup.
4. Mentalitas 'Pengguna', Bukan 'Pencipta' Teknologi
Ini mungkin tamparan paling keras. Saat negara lain sudah berlomba-lomba mengembangkan teknologi inti untuk pesawat, kapal, hingga Artificial Intelligence (AI), mahasiswa kita dinilai masih berada di level "belajar cara menggunakannya". Kita sibuk menjadi user (pengguna), bukan creator (pencipta).
5. Cepat Puas, Kurang 'Lapar' Ilmu
Poin terakhir adalah soal etos belajar. "Di luar negeri, hidup mereka diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Mereka tak pernah puas," tulisnya. Ia membandingkan dengan realita di sini, di mana banyak mahasiswa yang cepat merasa cukup, mudah puas, dan kurang memiliki semangat belajar berkelanjutan seumur hidup.
Mahasiswa tersebut menutup kisahnya dengan refleksi yang kuat. "Awalnya gue sempat minder, tapi gue sadar, gue bukan salah belajar — gue cuma berada di tempat yang salah. Jadi, teruslah belajar," ujarnya.
Pengakuan ini sontak memicu diskusi panas di dunia maya. Banyak netizen yang mengaku "tertampar" dengan realita yang diungkapkan, dan merasa ini adalah alarm pengingat agar Indonesia segera berbenah, sebelum jarak 50 tahun itu berubah menjadi 100 tahun.
